Warga Nagan,
Berikut Ampon sadur catatan yang dibuat oleh Teguh Santosa, salah seorang pengamat politik dan wartawan di jakarta. Catatan tentang perkembangan Indonesia dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh Soeharto sehingga hampir menjadi orang tak termaafkan bagi sebagian rakyat Indonesia, dan disisi lain dia juga merupakan tokoh yang tidak terbantahkan peranannya dalam pembangunan Indonesia.
Ini mungkin menjadi pembelajaran bagi kita dalam mengelola amanah masyarakat untuk memimpin mereka menuju perkembangan yang baik dalam percaturan dunia global. Penting bagi warga Nagan untuk memahami bagaimana tindakan selanjutnya ketika perubahan akan terjadi di Nagan Raya.
CATATAN DARI HAWAII,
Medio Januari 2008
Media Amerika: Soeharto Penguasa Paling Brutal
Laporan: Teguh Santosa
BEGITULAH nasib boneka. Ketika sedang dibutuhkan, ia akan hidup bergelimang pujian. Tetapi, begitu sang tuan menyatakan mission accomplished si boneka melanjutkan hidupnya dengan cacian.
Soeharto pernah begitu dekat dengan Amerika Serikat dan kubu Barat. Di dekade kedua Perang Dingin ia adalah anak emas blok kapitalis Barat dan menjadi kekuatan utama blok Barat dalam menghadapi pengaruh komunis dari Peking atau Beijing. Sukses membungkam Presiden Sukarno, di pertengahan 1970-an, Soeharto kembali digunakan untuk menghentikan apa yang disebut sebagai sisa-sisa “bahaya kuning” di Timor Leste, bekas provinsi Portugis.
Juga Soeharto yang pertama kali memberikan lampu hijau bagi perusahaan tambang milik Amerika Serikat, Freeport, untuk mengeksplorasi dan selanjutnya mengeksploitasi tambang tembaga dan emas di Papua: mengubah bukit menjadi danau. Ia juga menerima “bantuan luar negeri” yang sesungguhnya adalah utang dan pada gilirannya menjerat rakyat Indonesia sampai hari ini.
Soeharto dengan bantuan Mafia Berkeley, kelompok ekonom Indonesia yang tergila-gila pada jalan kemakmuran ala Barat, di awal 1970-an dan 1980-an mempraktikkan teori pembangunan yang percaya bahwa kemakmuran sekelompok konglomerat akan menetes ke bawah. Untuk mencapai kemakmuran itu, mereka percaya bahwa sekelompok orang—kroni—harus diberi fasilitas khusus sehingga jadi makmur. Dan setelah makmur, kelompok ini diyakini akan meneteskan kemakmuran mereka kepada rakyat dengan jalan menciptakan lapangan kerja di berbagai sektor ekonomi penopang industri perakitan mereka.
Tetapi Soeharto lupa pada faktor moral hazard. Konglomerat dan taipan Indonesia hanya menjadi kelompok ekonomi yang handal berbisnis karena ditopang oleh relasi politik. Inilah ekonomi koncoisme atau kroniisme, yang juga dikenal dengan nama ersatz capitalism atau kapitalisme semu.
Struktur ekonomi Indonesia berubah dari struktur ekonomi pertanian menjadi struktur ekonomi industri perakitan dan ekonomi keuangan. Secara makro ia tampak kinclong dan menggelembung disana-sini. Tetapi pada hakikatnya bubble economy itu adalah kosong melompong, begitu rapuh dan sama sekali tak punya pondasi yang kuat, yang ketika dihantam krisis dengan mudahnya meledak dan menciptakan gelombang kemiskinan berikutnya.
Seperti dalam dunia pewayangan, wayang yang sudah kehabisan peran pada saatnya harus dimasukkan ke dalam kotak kayu tempat penyimpanan. Bila nasibnya beruntung, dia akan dimainkan pada episode berikutnya. Tetapi bila tidak, maka ia akan terbaring dalam keabadian.
Soeharto tidaklah sama persis dengan wayang. Walau tak lagi dimainkan oleh sang dalang, tapi ia tetap hidup enak sampai akhir hayatnya. Ketetapan MPR XI/1999 yang menugaskan para pemangku kedaulatan rakyat untuk mengusut kasus korupsi Soeharto dan para kroninya itu hingga kini masih mandul. Sakit yang mendera Soeharto sejak beberapa tahun lalu, malah menciptakan arus opini baru yang ingin agar kasus-kasus itu dideponir, disisihkan, atas nama perikemanusiaan.
Hari ini, bagi media Barat Soeharto tak lebih dari seorang diktator yang setelah menghancurkan gerakan komunis lantas berhasil membungkam Sukarno. Seorang diktator yang selama 32 tahun berkuasa membantai lebih dari satu juta lawan politiknya. Itu yang dikatakan pada alinea pembuka berita Associated Press yang saya baca di jaringan Yahoo.
“Soeharto memerintah secara totaliter dan menempatkan tentara di setiap desa dan menanamkan ketakutan yang begitu dalam di sanubari rakyat (Indonesia).” “Soeharto juga merupakan satu dari penguasa paling brutal yang pernah ada di muka bumi,” tulis AP lagi. Ia disebutkan bertanggung jawab atas pembunuhan massal yang terjadi di paruh kedua 1960-an. Juga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Timor Timur, Aceh dan Papua—serangkaian kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Soeharto atas perintah sang dalang.
Comments