Warga Nagan, berikut Ampon posting lanjutan tulisan tentang Peukan Simpang Peut. Ini adalah sambungan dari tulisan "Peukan Simpang Peut Panas Tak Lekang Hujan Tak Lapuk". Tulisan ini merupakan sumbangan dari teman Ampon, Miska.
Banyak cerita menarik ditemukan pada rentang waktu konflik Aceh ini, bagaimana susahnya para pedagang menjual barangnya. Banyaknya warga yang tidak berani mendatangi peukan mingguan ini. Sehingga menyebabkan pedagang mengalami kemunduran dalam penjualan dagangannya. Bagaimana para ibu-ibu rumah tangga menjerit harga bahan pertanian melonjak dengan sangat tinggi. Ongkos angkutan barang dari medan sebagai pemasok sebagian besar barang di Aceh pun naik secara signifikan, akibat dari naiknya setoran pungli yang dilakukan di jalanan.
Eksodusnya para warga transmigrasi menyebabkan peukan simpang peut mengalami perubahan yang sangat signifikan. Banyak harga pokok produk pertanian seperti palawija, tahu, tempe dan produk ternak seperti ayam, kambing dan lainnya mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Hilangnya produk-produk ini di peukan simpang peut sangat memberatkan bagi ibu-ibu rumah tangga. Pedagang pun tidak banyak lagi yang berani berjualan apalagi yang berasal dari luar daerah Nagan Raya.
Setelah rentetan cobaan dari Allah dengan berbagai macam cobaan dan rintangan perkembangan peukan ini belum berakhir. Cobaan maha dahsyat menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, Gempa 8.9 skala richter dan gelombang tsunami yang menghancurkan hampir separuh wilah pesisir Aceh. Menyebabkan korban yang meningal dan hilang mencapai 250.000 jiwa. Cobaan ini membawa berkah secara global untuk Aceh juga, yaitu adanya kesepakatan damai antara Pemerintah dan GAM untuk menghentikan konflik yang berkepanjangan di Aceh.
Walaupun pada awalnya ada keberatan dari sebahagian pihak yang merasa untung dengan konflik Aceh, namun pemerintah dan GAM bertekat ini harus dihentikan untuk mempercepat proses pemberian bantuan kepada korban. Proses yang dikenal di Aceh MoU Helsinki ini telah membawa Aceh terbuka secara luas. Dan proses rehabilitasi dan rekonstruksi juga bisa dilakukan dengan maksimal.
Ini berimbas juga pada Peukan Simpang Peut, pedagang mulai bergiat kembali berjualan. Masyarakat juga sudah mulai berinteraksi kembali dalam menjual dan membeli produknya. Sehingga simpang Peut bergeliat ke arah pengembangan yang positif. Warga transmigrasi yang sebelum konflik merupakan produsen produk pertanian palawija dan ternak murah juga sebagian telah kembali ke tempat masing-masing. Namun masih sedikit. Tetapi ini merupakan arah perkembangan positif sebagai penunjang perkembangan Peukan ini.
Bagi Nagan Raya ini merupakan aset yang harus dikelola dengan baik. Bukan hanya sapi perah, dalam artian hanya menarik pajak dari pedagang. Tapi sarana dan prasarana pendukung pasar tidak dipersiapkan dengan baik. Terlihat Pemkab Nagan Raya masih melihat bahwa ini bukan potensi besar, buktinya masih banyak tempat-tempat pedagang masih berupa bangunan tidak permanen, masih atap rumbia malahan dibangun sendiri oleh pedagang. Riol masih sangat minim dan bila adapun masih dibangun asal-asalan. Jalanpun masuk ke Peukan masih sering dibanjiri air.
Pemerintah perlu mengembangkan tata ruang yang serius bagi peukan Simpang Peut ini. Bilamana masih belum dikelola secara baik peukan ini akan mengalami mati suri bahkan hilang dari sejarah seperti peukan Keude Nilop, Peukan Lhok Tonge dan beberapa pekan mingguan lainnya. Apalagi bila transportasi bagus, maka masyarakat akan lebih memilih untuk berbelanja ke Meulaboh.
Jadi momentum dana besar yang ada di Aceh lewat BRR dan MDF-World Bank yang hanya sampai 2009 dan kemungkinan diperpanjang sampai 2012 ini harus bisa dimanfaatkan secara baik oleh Pemkab Nagan Raya. Jadi Pemkab bukan hanya pandai mengelola APBK yang sudah menjadi rahasia umum banyak yang bocor ke kantong-kantong pribadi. Tetapi juga bisa menarik modal dari luar dan bahkan investor kakap yang bisa lebih mensejahterakan masyarakat.
Tulisan ini penulis angkat adalah sebagai rasa cinta penulis untuk Peukan Simpang Peut yang sudah melegenda, juga rasa cinta penulis kepada Nagan Raya yang sudah 6 tahun di sahkan sebagai kabupaten. Namun perkembangan masih seperti jalan di tempat. Anggaran pembangunan lebih kecil dari pada anggaran rutin untuk gaji dan operasional kantor. Sungguh ironi.
Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya rakyat Nagan Raya bilamana betul isu kebijakan dari pemerintah pusat yang akan meleburkan kabupaten yang tidak mampu mendapatkan APBK dan pendapatan asli daerah kepada kabupaten Induk. Nagan Raya melebur ke dalam Aceh Barat lagi. Sungguh tidak bisa dibayangkan. Namun ini bisa saja terjadi bila pemerintah Nagan Raya masih tergantung dengan dana pusat.
Ayo bangkit Nagan, benahi diri, bersihkan diri. Baru Nagan bisa dijual sebagai tempat investasi yang menarik bagi investor dan pedagang besar. Dengan sendirinya Peukan Simpang pun akan berkembang. Satu lagi sekarang era internet, penulis melihat bahwa Pemkab Nagan Raya belum memaksimalkan media ini. Kalau tidak ada tenaga IT yang bagus sewa barang 5 tahun. Dan jangan lupa investasi dengan memberi beasiswa segala lini termasuk IT kepada putra-putri Nagan yang cerdas untuk sekolah diluar dan tunggu hasil setelah 5-7 tahun. Nagan Raya akan berkembang.
Comments